Pages

Kamis, 08 Desember 2011

Perspektif Saya Mengenai Lari dari Blora dan Orang Samin


Mengulas mengenai film lari dari blora itu artinya sama halnya kita mengulas budaya Samin. Samin adalah komunitas yang mendiami sejumlah kawasan di daerah antara Kabupaten Pati dan Blora, Jawa Tengah. Menurut saya, budaya samin sangatlah unik. Mengapa demikian? Karena disatu sisi budaya ini sangatlah menjunjung tinggi nilai-nilai keagaman dan social tetapi disisi lain budaya ini juga menghilangkan sebagian dari nilai-nilai agama dan sosial itu sendiri. Misalnya mereka diajarkan untuk tidak menggangu orang lain, tidak suka bertengkar, tidak irihati, tidak suka mengambil milik orang lain,dan menghormati orang yang sedang berbicara. Disamping itu, masyarakat samin diajarkan untuk tidak bersekolah, membayar pajak, dan mereka tidak mengenal hukum perkawinan, dilarang berdagang tetapi bertani, dan menolak kapitalisme.
Saya juga merasa bingung ketika mendengar pendapat bahwa masyarakat samin terkenal sangatlah dekat dengan pemerintah, padahal seperti dalam film tersebut  bahwa masyarakat samin hidup dengan budaya eksklusif dan cendrung menghindari orang luar. Ajaran yang ada di masyarakat Samin berkembang mejadi gerakan batin yang menentang segala formalitas termasuk lembaga sekolah dan pernikahan, pembayaran pajak, administrasi negara dan hal lainnya di masyarakat yang lebih rumrah. Seperti kita ketahui bahwa masyarakat yang baik adalah masyarakat yang membayar pajak, mematuhi semua aturan-aturan pemerintah.
Orang Samin lebih mengutamakan keharmonisan hidup dan keselarasan dengan alam. Mereka percaya bahwa alam bisa membuat mereka hidup. Mereka juga tidak pernah menikah melalui kantor urusan agama (KUA) atau catatan cipil lainnya tetapi jarang sekali terjadi perceraian dalam rumah tangga yang telah mereka bangun. Itu sebabnya mengapa mereka tidak ingin ketika ada seseorang atau kelompoks yang ingin mengubah gaya hidup mereka karena mereka mempunyai alasan tersendiri.
Seperti halnya yang dilakukan oleh pak guru dalam tokoh film lari dari blora.  Kita bisa melihat bahwa perjuangan pak guru sangatlah sulit untuk mengubah perspektif masyarakat samin bahwa pendidikan tidak penting bagi mereka. Mereka hanya mementingkan sekolah kehidupan, budi pekerti, dan kerja halal tanpa perlu sekolah formal sehingga semuanya buta huruf. Sehingga masyarakat Samin terkessan sangatlah lugu dan terbelakang. Sungguh tidak adil bagi masyarakat Samin dianggap terbelakang hanya karena tidak pernah mengeyam pendidikan formal dan belum mengizinkan anak-anak mereka untuk bersekolah. Karena wong Samin mempunyai alasan tersendiri mengenai mengapa mereka tidak mengizinkan anak-anaknya bersekolah.
Namun usaha Pak guru ditentang oleh Pak Lurah yang punya prinsip, dengan tetap menjadikan budaya samin sebagai salah satu budaya multicultural di Indonesia yang memiliki ciri khas sehingga bisa bisa mengundang para peneliti, LSM, mahasiswa, dan sebagainya, yang artinya itu dapat mengundang para dana bantuan untuk pelestarian dan komunitas samin.
Walaupun demikian, dengan semangat mudanya, Pak guru tetap ingin bahwa masyarakat Samin harus bisa bersekolah. Saya sangat setuju dengan apa yang dilakukan oleh pak guru karena alasan apapun  bahwasanya pendidikan sangatlah penting bagi seluruh masyarakat, tidak terkecuali masyarakat manapun bahwasanya pendidikan sangatlah berguna dalam kehidupan. Jadi, saya sangat tidak setuju dengan tindakan Pak Lurah yang melarang masyarakat Samin untuk mengenyam pendidikan formal.
  Sebagai guru atau Intansi pendidikan, kita tidak bisa memaksakan kepada siapapun untuk mengenyam pendidikan formal karena hakikat dari pendidikan itu sendiri adalah sebagai alat bantu manusia untuk menjadi individu yang lebih baik bukan untuk mereduksi identitas suatu komunitas dengan mengabaikan cara belajar mereka sendiri.
Cara terbaik untuk mengubah perspektif masyarakat Samin mengenai pendidikan formal adalah adanya pendekatan mengenai betapa pentingnya pendidikan itu, lalu secara berlahan adanya penyesuaian kurikulum dengan pola fikir mereka dan tidak serta merta memaksakan kurikulum yang ada untuk bisa diterapkan di masyarakat Samin.

Allah SWT Tuhanku


Pernahkah kita bertanya pada diri kita masing-masing, apakah kita percaya bahwa Tuhan itu ada? Mengapa kita percaya kepada tuhan? Ketika pertanyaan diatas diajukan mungkin diantara kita ada yang yakin menjawab bahwa Tuhan itu ada, mungkin ada juga yang ragu akan keberadaannya dan sebagian lainnya juga akan ada menjawab bahwa sesungguhnya Tuhan itu tidak ada. Secara umum kebanyakan dari kita akan beranggapan Tuhan itu ada karena  ketika masih kecil, orang tua kita juga percaya bahwa Tuhan itu ada. Sehingga sampai saat ini kita percaya tuhan itu ada tanpa mempertanyakan kembali kenapa kita menganggap bahwa tuhan itu ada.
Saya percaya bahwa Tuhan itu ada bukan karena orang tua saya percaya akan keberadaan Tuhan. Mari kita kritisi fenomena yang terjadi di dunia ini. Matahari dan bulan selalu berganti menyinari bumi dengan fungsinya masing-masing, lautan yang luas menutupi sebagian daratan bumi yang memiliki keindahan dan manfaat untuk kelangsungan mahluk hidup di bumi, lalu Tuhan menciptakan mahluk yang paling sempurna yaitu manusia dan sampai sekarang belum ada ilmuan-ilmuan yang bisa membuat manusia atau setidaknya seperti manusia.
Dari sebagian fenomena diatas menunjukan bahwa segala sesuatu itu ada karena ada yang membuatnya. Siapa kiranya yang membuat matahari dan bulan ini. Siapa kiranya yang membuat lautan jika jawabannya adalah hujan. Lalu siapa yang membuat hujan tersebut? Lalu Kita bisa ada di dunia ini karena kita dibuat oleh kedua orang tua kita. Lalu siapa yang membuat keduanya? Tentu saja generasi sebelumnya. Jika dirunut terus sampai seterusnya maka kita akan menemukan bahwa manusia tidak akan pernah ada tanpa adanya laki-laki dan perempuan yang pertama. Lalu bagaimana keduanya itu bisa ada, apakah terbentuk secara sendiri? Jika mereka ada karena hasil evolusi, lalu bagaimana makhluk yang pertama kali ada terbentuk. Apakah tersusun dari molekul-molekul atom begitu saja. Jika memang seperti itu, kenapa sekarang hal itu tidak terjadi lagi? Lalu yang paling mendasar, siapa kiranya yang menciptakan materi atau molekul tersebut? Mungkin ini perlu direnungkan oleh semuanya terutama kaum atheis yang tidak mempercayai bahwa tuhan itu ada.
Pada dasarnya manusia tidak akan mengatakan sesuatu itu ada sebelum mereka melihat bahwa sesuatu itu memang ada atau adanya suatu bukti yang menyatakan sesuatu itu ada. Apakah kita akan percaya ketika ada seseorang berkata bahwa ada “ayam melahirkan burung?” Tidak mungkin. Kita tidak akan sebodoh itu mempercayainya, kenapa? Karena kita belum pernah melihatnya dan belum pernah ada bukti yang menunjukan bahwa hal itu ada. Jadi, apakah Tuhan itu benar-benar ada? Mungkin iya mungkin juga tidak. Perlu diingat bahwa sesuatu yang belum dapat dibuktikan bukan berarti tidak ada. Disinilah letak menariknya. Tinggal bagaimana kita memutuskan mau memilih percaya atau tidak percaya apakah Tuhan itu ada atau tidak. Namun saya mempercayai bahwa Tuhan itu ada. Sehingga dengan percaya bahwa Tuhan itu ada saya melakukan semua apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarangnya.
Tuhan bukan hanya sebuah nama karena Tuhan adalah sebuah keyakinan. Setiap agama memiliki Tuhan nya masing-masing. Namun saya sendiri meyakini bahwa Allah adalah Tuhan saya karena saya beragama islam. Saya tidak ingin mengkritisi agama lain karena saya sendiri tidak mengetahui agama lain selain islam. Saya meyakini Allah adalah tuhan saya karena saya pernah membaca salah satu surat dalam kitab suci al-quran yaitu "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (QS. Al Ikhlas 1-4). Surat ini sangat meyakinkan saya bahwa Allah ada adalah Tuhan yang sesungguhnya.

Agama dan Filsafat


Menanggapi apa yang disampaikan oleh Saras Dewi dalam kuliah umam kemarin, ada beberapa hal yang ingin saya respon dalam tulisan ini. Ada beberapa pertanyaan dan pernyatan dari beberapa filosof ternama yang diangkat oleh Saras Dewi yaitu diantaranya mengapa ada penderitaan atau kesengsaraan didunia kalau memang Allah maha pengasih lagi maha penyayang?. Keberadaan agama sesungguhnya tidak kompatibel lagi dengan kompleksitas peradaban manusia. Bila dipertahankan maka ia akan terus berbenturan dengan modernisme.
Seperti yang saya ketahui bahwa hubungan agama dan filsafat sangat berbeda. Dalam ilmu  filsafat, mereka hanya menentukan suatu kebenaran berdasarkan akal saja. Mereka menggunakan akal untuk menentukan baik dan buruk berdasarkan akalnya saja. Sedangkan dari sudut pandang agama yaitu  islam, akal digunakan untuk menilai kebenaran yang datang dari Allah. Dalam ilmu filsafat, filosof-filosof berusaha untuk mencari suatu kebenaran dalam suatu fenomena misalnya spritualis dalam agama dengan barbagai pertanyaan. Mengapa ada kesengsaraan kalau memang Allah maha pengasih lagi maha penyayang? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini biasanya berasal dari kaum ateis dan orang-orang yang bukan islam yang berusaha untuk menghancurkan islam dengan cara pemikiran-pemikiran seperti itu.
Mengapa ada kesengsaraan? Mari kita berandai-andai. Andai tidak ada orang yang sengsara di dunia ini, dalam arti lain semua orang bahagia dan makmur. Dengan segala keunikan yang ada di bumi ini yang telah Allah tetapkan, adakah kemungkin dunia berjalan dengan cara ini? Jawabnya tidak mungkin. Jika semua orang makmur dan tidak punya masalah, maka sebenarnya itu adalah suatu ilusi, karena yang disebut makmur itu hanya terwujud jika ada yang namanya kesengsaraan. Mungkinkah ada kesenangan tanpa kesedihan? Tidak mungkin. Mungkinkah ada rasa kenyang tanpa lapar? Tidak mungkin. Mungkinkah hanya ada orang yang kaya tanpa ada ada kemiskinan? Tidak mungkin. Siapa yang akan menggali kubur di pemakaman umam kalau semua orang menjadi para menteri dan pengusaha kaya memiliki kesibukan yang tak henti-hentinya? Dan seterusnya. Demikianlah ketetapan Allah menciptakan alam dan segala isinya.  
Lalu sebagian orang menganggap bahwa “keberadaan agama sesungguhnya tidak kompatibel lagi dan akan terus berbenturan dengan modernism”. Agama dan ilmu pengetahuan adalah dua aspek kehidupan yang tidak bisa kita pisahkan. Seandainya kita hidup hanya dengan ilmu pengetahuan, mungkin hidup ini akan terasa bosan karena coba bayangkan di dunia ini semua orang bisa melakukan semuanya dengan menggunakan alat bantu yaitu teknologi mungkin hidup ini akan tersa bosan karena mereka menganggap semuanya sudah bisa mereka gunakan dan mereka akan merasa tidak tahu apa tujuan hidup sebenarnya dan begitu juga dengan agama.
Dari fenomena ini kita simpulkan bahwa kebahagian ataupun kesengsaran tidak lain adalah sebagai wahana untuk mengetahui siapa saja yang benar-benar taat pada Allah. Memang bodoh bagi kita jika tidak menggunakan akal kita untuk mencari kebenaran yang datang dari kekuasaan Allah? Tetapi apakah mungkin kita bisa melampaui kebesaran Allah. 

Rabu, 09 November 2011

Exercise in Learning Class


Soal Latihan
A. Kelompok
1. Sekelompok buruh menerima suatu pekerjaan dengan upah Rp462.000,-. Jika salah seorang anggota kelompok itu mengundurkan diri, maka setiap anggota kelompok akan menerima upah Rp11.000,- lebih banyak. Tentukan jumlah anggota kelompok buruh itu?
2. Luas maksimum persegi panjang dengan panjang (6-x) cm dan lebar (x+4) cm adalah.... cm2
3. Keliling dan luas suatu persegi panjang adalah 36 m dan 72 m2. Hitunglah panjang dan lebarnya.
4. Jika lima kali suatu bilangan ditambah tiga kali kebalikannya maka hasilnya adalah 8. Carilah bilangan itu.                  


Kamis, 20 Oktober 2011

Identitas Saya dari Perspektif Orang Lain


Seperti kebanyakan orang lain bahwa semenjak dilahirkan kedunia oleh orangtua kita, maka saat itulah kita sudah memiliki identitas. Namun pada waktu itu identitas kita hanyalah kita terlahir dari pasangan kedua orangtua kita. Seperti halnya ketika saya dilahirkan kedunia ini identitas saya adalah saya terlahir dari kedua orangtua saya yaitu Marzuki dan Ernawati. Saya sangat bersyukur pada waktu itu saya sudah memiliki identitas yang jelas karena tidak sedikit diantara kita yang belum memiliki identitas ketika lahir. Misalnya diantara kita ada yang terlahir dari hubungan pergaulan yang bebas sehingga membuat mereka tidak memiliki orangtua yang jelas. Walaupun anak tersebut tidak mendapatkan identitas mengenai siapa kedua orantuanya namun akibat dari itu semua, ketika dewasa nanti anak tersebut akan mendapatkan identitas yaitu berupah anak haram. Sungguh memprihatinkan identitas ini untuk perkembangan psikologi anak tersebut.Tidak hanya identias orangtua saya yang saya dapat ketika lahir, namun pada saat itu juga bahwasanya saya sudah memiliki identitas yaitu agama islam sebagai agama yang saya yakini dan identitas itu masih sampai sekarang menjadi identitas saya.
Mengenai identitas saya dilihat secara secara umum, misalnya dilihat dari segi sosial ekonomi, saya terlahir dari keluarga yang sederhana dan kami bahagia dengan keadan seperti ini. Selain itu, dilihat dari segi etnis, ada sebagian orang mengira saya terlahir dari keturunan Cina namun kenyataannya etnis saya adalah Sumatra karena saya dilahirkan di Sumatra dan kedua orangtua saya juga tinggal di Sumatra.
Dilihat juga dari prespektif orang lain yang ada disekitar saya misalnya teman-teman di kampus ada yang mengatakan bahwa saya adalah orang yang tidak peduli dengan keadaan orang lain serta boros. Mungkin saya bisa meluruskan perspektif tersebut karena kemungkinan juga orang tersebut hanya melihat ketika saya bekerja dikelompok yang tidak terlalu berperan aktif . Namun mereka tidak mengetahui mengapa saya demikian padahal sebenarnya saya adalah orang yang tidak terlalu suka bekerja dalam kelompok khususnya pada saat mengerjakan tugas karena menurut saya bekerja dikelompok kita tidak bisa fleksibel dalam membagi waktu karena harus menyesuaikan waktu dengan orang lain juga. Disamping itu juga mengapa orang lain mengatakan saya boros mungkin karena saya keliatan sering jajan dan lain sebagainya tetapi sebenarnya karena saya orang yang suka ngemil tapi makannya sedikit. Namun secara personal orang yang terdekat saya atau sahabat saya melihat saya sebagai orang yang baik hati dan suka menolong. Perspektif ini berlawanan dengan perspektif orang lain yang belum mengenal saya secara dekat.  Saya sangat setuju dengan apa yang pernah dosen saya katakan pak Hatim yaitu bahwa kita tidak bisa judge orang lain dari sudut pandang kita sendiri karena akan berlawanan dengan apa yang ada pada orang itu sendiri.

Rabu, 12 Oktober 2011

RPP_E-Learning Online


RPP E-Learning online

Wellcome back to learning media of mathematics  with material is statistic on 2nd and 3rd meeting.
The bacis competance are: reading the data provided in table, bar chart, line chart, pie chart, and ogive. The indicators are all of students should be able to: Read, interpret  data and make sensible statement about the information provided in tables, diagrams (Bar graph, line graph, pie chart, pictogram, dot diagram, frequency distribution table, ogive histogram, polygon, stem and leaf diagram, and whisker and box plot.
The Activitys for this session are:
1.      Students are grouped into 4-5 people per group
2.      The teacher shows the data provided tables and diagrams (Bar graph, line graph, pie chart, pictogram, dot diagram, frequency distribution table, ogive histogram, polygon, stem and leaf diagram, and whisker and box plot  and give the explanation about it. The students can donwload to see the data by teacher give: http://www.google.co.id/search?q=contoh+diagram&hl=id&prmd=imvns&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ei=JpKVTojmMorQrQflp7HIBg&ved=0CCMQsAQ&biw=1366&bih=641
3.      After that the student are ask to matcing the picture of diagram with theirs name
4.      The teacher gives Worksheet about data provided table and diagrams and competed with questions
5.      The teacher gives the different worksheet for each group
6.      In groups, the student are requested to  discuss how to, read, interpret data, and make sensible statement about the data provided tables and diagrams.
7.      The student are asked to make a report of their group discussion and then sent the report to theacher email. Email: elizulkatri@rocketmail.com

The end activity is The teacher informs the activity of teaching learning in the next meeting is presentation the result of their group discussion.          
See yaa........................................

As a Teacher
Eli Zulkatri

Rabu, 05 Oktober 2011

Chapter 2: Introduction to Teaching Numbers in High School


The learning numbers is if we understanding of number, their system, properties and their application. Learning what numbers mean, how tthey may be represented, relationsips, among themand computetions with them are central to develoving number sense.
Some problem and difficulties happen in students learning numbers, in general, primary to high schoool level can be show as follows:
·         Many students of primary and junior high school in complete in mastery of numbers fact. The efficienctly critical of students to approach more advance mathematics thinking without being bogged down by simple calculations.
·         Students often make errors with signs like <, >,  because they misread and misunderstand of signs.
·         Students can not reaily comprehend the relation between numbers and quantities they represent.
·         Solving problems dealingwith real life involving numbers.
·         Students do not develop deep conceptual understanding of decimals and some common misconceptions surfaced.
·         Understanding division with fractions.
Some problem and difficulties ot teachers in teaching numbers:
·         Teachers difficulties for the introduction of new concepts and conneting it to other proviously studied mathematics concepts.
·         Teachers difficulties in explaining mathematics ideas and engaging the students in the process oof exploring them.
Teachers’ pedagogical content of teaching numbers should focus on teachers’ ability to making connection the mathematical ideas and particularly, the instruction and opportunities for exploration on how to use effectively hands on and technology in the classroom in teaching numbers, and making the transition using tools to make students understand deep about the concept.
As a teacher, if we want our students understand about the numbers when we teach them, we must knowladge and understanding on the properties of numbers system including complex numbers. In teaching and learning numbers system the teacher and students should explicitly discuss the associative, commutative, and distributive, and then students can use algebraic arguments in many areas, students know understanding the characteristic of numbers divisible by 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9.
The students of high school should whe learning about number system they must develop an understanding of the system of real numbers, differences between rational and irrational numbers, numbers to explore new system, and using matrices.
As high school students understanding of numbers grows, they should learn to considers operations in general ways, rather than only in particular computations. As a teacher, they should encourage students to arrive at and their conclusions by thinking about properties of numbers.






Eli Zulkatri
2010110028

Arti dari Sebuah Nama


Sebagian orang bilang apalah arti sebuah nama, namun saya tidak setuju dengan pendapat itu karena saya sendiri sudah mengalami bahwasalnya nama juga  berpengaruh dalam hidup ini. Ada sebuah cerita yang menyababkan bahwa saya sangat tidak setuju dengan pendapat itu. Dahulu kala ketika saya duduk dimasa-masa SMA kelas dua tepatnya pada saat pembagian hasil rapot. Seperti biasa pada saat pembagian rapot, guru kami akan memberitahukan peringkat sepuluh besar di kelasnya. Pada saat peringkat empat dan lima akan disebutkan, guru kami mengatakan bahwa ada dua anak yang memiliki dua nilai yang sama dengan  jumalah rata-ratanya pun sama, nama tersebut adalah Eli Zulkatri dan Nahdiul Khafi. Namun yang menjadi peringkat empat adalah Eli Zulkatri dan peringkat lima adalah Nahdiul Khafi. Lalu ada yang bertanya mengapa Eli yang menjadi peringkat empat, atas dasar apa eli bisa menduduki peringkat empat. Guru kami pun menjawab dengan mudah bahwa pangkalan huruf E lebih terdahulu dibandingkan dengan huruf N jadi disini nama Eli  lah yang menjadi peringkat empat.
Sejak saat itulah saya baru menyadari bahwa nama juga berarti dalam hidup kita. Saya tidak pernah menyesalkan bahkan ingin menganti nama saya yang diberikan oleh ayah saya ketika saya baru lahir. walaupun kebanyakan orang bilang nama saya adalah nama cewek, namun saya percaya bahwa nama inilah yang akan memimpin peradaban dimasa yang akan datang. Amien
Ketika saya bertanya kepada ayah saya mengenai arti dari nama saya, beliau menjawab tidak ada arti dari nama kamu, nama itu hanya nama yang ayah suka. Oleh karena itu, saya sendiri berusaha untuk mengungkapkan arti dari nama saya. Saya mengartikan nama saya yaitu gabungan dari bahasa nasrani dan arab. Eli dalam bahasa nasrani yang artinya tuhan. Kata eli ini saya kutip dari penggalan kata-kata yang diucapkan nabi Isa pada saat disalip yaitu eli eli lama sabatthani artinya tuhan-tuhan mengapa kau tinggalkan aku. Kemudian nama Zulkatri saya ambil dari bahasa arab yaitu zulkarnain. Dimana Zulkarnain ini salah satu tokoh islam yang terkenal pada zaman dahulu. Demikianlah arti dari nama saya.








Eli Zulkatri
2010110028

Selasa, 27 September 2011

Harapan dan Respon Saya terhadap Sesama



Berbicara mengenai harapan itu sengat erat kaitannya dengan apa yang ingin kita dapatkan terhadap sesuatu yang akan dan telah kita kerjakan. Sebuah fiosofi mengatakan bahwa harapan adalah sesuatu yang tidak akan pernah mati dalam hati kita. Mengapa demikian?, karena dengan harapan kita bisa memiliki tujuan atau motivasi dalam melakukan sesuatu. Seperti halnya dengan mata kuliah Humanistic Studies 1 yang sedang saya pelajari ini.  
Harapan saya nanti selama mengikuti mata kuliah ini yaitu semoga saya bisa mengikuti pelajaran dengan baik, bisa lebih aktif di kelas, bisa menguasai seluruh materi mata kuliah ini  dengan baik dan pada akhirnya saya bisa mendapatkan nilai yang bagus.
Disamping itu, saya berharap dimata kuliah ini saya bisa lebih memahami perbedaan yang ada pada diri kita masing-masing karena dalam belajar humanistic ini,  itu artinya kita akan belajar mengenai kehidupan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya belajar karakter, tradisi, bahkan kepercayaan. Mungkin pada saat kita melakukan diskusi di kelas  mengenai perbedaan seperti agama, tradisi dan lain-lain, saya berharap kita bisa saling menghargai satu sama lain. Karena dengan saling menghargai satu sama lain kita bisa menciptakan perbedaan sebagai penyatu kita untuk mewujudkan perdamaian.
Jangan pernah kita menjadikan perbedaan sebagai penyabab terjadinya perpecahan dan pertikaian diantara kita. Sebagai contoh yaitu belum lama ini terjadi yaitu adanya bom bunuh diri disalah satu gereja di Solo yang diduga kebanyakan orang ini ada kaitannya dengan agama. Oleh karena itu, dengan adanya kita belajar humanistic ini kita bisa berpikir terbuka dan barpandangan luas agar tidak langsung menyimpulkan  bahwa perbedaanlah penyebab mengenai hal-hal yang terjadi disekeliling kita.
Dari harapan-harapan  inilah yang memotivasi saya untuk belajar humanistic sehingga ketika nantiya saya sebagai pengajar, saya bisa menerapkannya dalam mengajar siswa-siswi saya untuk memahami karakter  dari setiap siswa yang saya didik nantinya karena dengan mengtahui karater mereka, saya bisa dengan mudah untuk menyampaikan materi dan memilih metode yang terbaik untuk mengajar peserta didik saya.
Harapan-harapan diatas tidak akan bisa saya capai dengan hanya berdiam diri tanpa adanya usaha yang keras. Oleh karena itu, untuk mencapai itu semua maka saya harus belajar dengan giat, aktif di kelas, dan mengerjakan seluruh tugas yang diberikan dan tak lupa selalu berdoa kepada alllah sehingga pada akhirnya ini bisa berjalan sesuai dengan apa yang saya harapkan.

Eli Zulkatri_B3_IE 1
26 September

Sabtu, 24 September 2011

STOP Bullying!




Sekolah yang merupakan sarana tempat belajar, menuntut ilmu, dan pembentukan karakter siswa. Namun karena ketidaktahuan dari berbagai pihak terutama guru, bullying sering kali diabaikan. Penangannya sering tidak serius.

Kata bullying berasal dari kata bully yang artinya menggertak dan memaksa, atau orang yang mengganggu orang yang lemah, atau “rendah” dari pelaku. Jadi, bullying merupakan semua prilaku negatif yang merendahkan orang lain yang bisa menjatuhkan kepercayaan diri seseorang. Bullying tidak hanya dalam bentuk kekerasan melainkan juga dalam bentuk kata-kata seperti mengejek, pengucilan, pelecehan, pemalakan, intimidasi, ejekan, gosip, fitnah, dan lain-lain.

Dari SD sampai SMA, kita selalu mendapatkan pengajaran mengenai cara berprilaku yang baik, saling menghargai, dan cara menghormati orang lain. Semua itu kita dapatkan pada mata pelajaran seperti PPKN, Budi Pekerti Luhur, dan Agama. Ironisnya bullying justru sering terjadi di sekolah. Misalnya tradisi bahwa junior harus tunduk dan hormat dengan senior, teman mengejek teman lainnya, dan pilih-pilih teman bermain.

Penyebab terjadinya bullying bisa bermacam-macam. Bisa karena watak personal dari pelaku maupun situasi lingkungan yang kebetulan “mendukung” terjadinya bullying tersebut. Secara umum bullying disebabkan karena kebiasaan waktu kecil melakukan kecendurungan berprilaku bullying. Kebiasaan-kebiasaan anak kecil berprilaku seperti menggigit, memukul, mendorong, mengejek, atau kebiasaan memberi nama panggilan pada sesorang. Kebiasaan ini merupakan tanda-tanda kecenderungan agresif yang bila tidak ditangani, akan mengarah pada perilaku bullying.

Penyebab terjadinya prilaku bullying dilingkungan sekolah adalah tata tertib sekolah yang tidak tegas. Seperti kurangnya sangsi yang diberikan terhadap pelanggaran yang dilakukan dan minimnya kontrol  dari guru mengenai kegiatan-kegiatan yang ada disekolah. Misalnya pada Masa Orientasi Siswa (MOS), perubahan pengurus organisasi yang baru baik OSIS, kegiatan ekskul Paskibra, cheerleaders atau latihan dasar kepemimpinan. Bentuknya bisa berupa permintaan kakak kelas yang sering menekan perasaan seperti pelecehan, menyinggung, atau bahkan menyiksa fisik agar adik kelasnya memperoleh tanda tangan. 
Dampak negatif dari bullying tidak hanya dirasakan oleh korban, tetapi juga dirasakan oleh pelakunya. Prilaku tersebut dapat memberikan dampak buruk bagi kelangsungan hidup mereka hingga dewasa kelak. Bila bullying tidak ditanggapi serius, maka pelaku bullying bisa tumbuh menjadi pribadi sewenang-wenang dan akan dijauhi oleh banyak orang. Sementara korban bullying memiliki kepribadian yang merasa rendah diri, rapuh, tidak percaya diri dan tidak berharga. Selain itu, korban akan mengalami gangguan psikologis seperti selalu merasa takut, stres, depresi, dan rasa cemas yang berlebihan. Yang lebih ekstrem lagi, korban memiliki perasaan ingin bunuh diri.

Solusi untuk mengurangi terjadinya bullying yaitu adanya kolaborasi antara keluarga dan guru. Dimana keluarga bisa memberikan kebiasaan berprilaku baik untuk menjauhkan mereka dari kecendrungan berbuat bullying. Misalnya dengan membiasakan mereka untuk menghormati orang yang lebih tua, membiasakan menolong orang  lain, dan selalu menghargai orang lain. Selain itu, dilingkungan sekolah guru harus  bisa menyikapi gejala-gejala perubahan siswa dan melakukan pengawasan yang baik pada siswa. Jika ditemukan indikasi yang mengarah adanya perbuatan bullying, guru segera melakukan intervensi kepada pelaku dan korban terhadap apa yang terjadi sehingga masalah tersebut tidak terjadi lagi dikemudian hari. Guru juga bisa memperkenalkan kepada siswa mengenai prilaku bullying itu seperti apa dan memberikan arahan mengenai cara-cara menghadapi bullying. Usaha-usaha yang dilakukan oleh guru dan orangtua akan berguna setidaknya akan menyelamatkan generasi penerus bangsa ini dari penurunan mental dan moral.